Emptiness Syndrome Bikin Orangtua Sulit Merelakan

Setelah anak menikah atau merantau, sebagian orangtua sering merasa kesepian, cemas, bahkan kehilangan arah. Kondisi ini dikenal dengan sebutan emptiness syndrome atau sindrom sarang kosong. Meski sering dianggap sepele, dampaknya terhadap kesehatan mental orangtua bisa sangat besar. Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk memahami dan menyikapinya dengan bijak agar tidak memicu konflik maupun perasaan bersalah dari anak yang ingin hidup mandiri.


Apa Itu Emptiness Syndrome?

Emptiness syndrome adalah kondisi emosional yang dialami oleh orangtua ketika anak-anak mereka mulai hidup terpisah atau meninggalkan rumah. Biasanya terjadi setelah anak menikah, kuliah di luar kota, atau pindah karena pekerjaan. Orangtua yang mengalami sindrom ini merasa hidupnya kosong karena tidak lagi menjalani rutinitas yang selama ini diisi oleh kehadiran anak.

Gejalanya bisa berupa kesedihan berlebihan, perasaan sepi, kehilangan motivasi, dan bahkan depresi ringan hingga berat. Sindrom ini umumnya terjadi pada ibu rumah tangga, tetapi ayah juga bisa mengalaminya, terutama jika memiliki keterikatan emosional yang kuat dengan anak.


Mengapa Orangtua Sulit Merelakan Anak Tinggal Terpisah?

Ada banyak alasan mengapa orangtua tidak siap ditinggal anak, terutama dalam budaya timur yang menjunjung tinggi kebersamaan keluarga. Di antaranya:

  • Rasa kehilangan peran: Setelah anak pergi, orangtua merasa tidak lagi dibutuhkan, padahal mereka terbiasa merawat, mengarahkan, dan mendampingi.
  • Keterikatan emosional: Hubungan erat yang terbangun selama bertahun-tahun membuat orangtua merasa hampa jika harus berjauhan.
  • Kekhawatiran berlebihan: Banyak orangtua merasa cemas terhadap keselamatan dan kesejahteraan anaknya saat hidup sendiri.

Faktor-faktor ini membuat proses perpisahan terasa menyakitkan, bahkan bisa memunculkan sikap posesif yang tanpa sadar menekan anak.


Dampak Emosional bagi Orangtua dan Anak

Emptiness syndrome tidak hanya berdampak pada orangtua, tetapi juga anak yang menjadi sasaran ekspektasi. Anak bisa merasa bersalah karena dianggap meninggalkan orangtua, padahal mereka hanya berusaha mandiri dan membangun kehidupan sendiri. Hal ini dapat mengganggu hubungan keluarga, terutama jika tidak ada komunikasi yang terbuka dan sehat.

Sementara itu, orangtua yang larut dalam kesepian bisa mengalami gangguan tidur, kecemasan, hingga kehilangan semangat menjalani aktivitas harian. Jika dibiarkan terlalu lama, kondisi ini berpotensi memicu gangguan mental yang lebih serius.


Cara Mengatasi dan Mencegah Emptiness Syndrome

Meski berat, sindrom ini bisa diatasi jika keluarga saling bekerja sama dan memahami perannya masing-masing. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Menjaga komunikasi rutin: Anak tetap bisa menghubungi orangtua secara teratur meskipun tidak tinggal serumah. Telepon, pesan, atau video call dapat menjadi pengganti kehadiran fisik.
  2. Libatkan orangtua dalam aktivitas sosial: Ajak orangtua mengikuti kegiatan komunitas, pengajian, arisan, atau hobi yang membuat mereka merasa berguna dan dihargai.
  3. Berikan ruang untuk tumbuh: Anak perlu menjelaskan dengan bijak alasan mereka ingin tinggal mandiri. Tekankan bahwa berpisah bukan berarti menjauh, melainkan bagian dari proses dewasa.
  4. Orangtua mulai fokus pada diri sendiri: Ini saatnya mengeksplorasi minat dan hobi pribadi, serta menjaga kesehatan mental dan fisik untuk tetap produktif.

Kapan Harus Menghubungi Profesional?

Jika gejala kesedihan orangtua berlangsung lebih dari dua minggu, disertai dengan kehilangan minat terhadap aktivitas harian, sulit tidur, atau penarikan diri dari lingkungan sosial, segera pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog. Pendampingan profesional sangat membantu dalam proses pemulihan mental dan emosional.


Kesimpulan

Emptiness syndrome adalah hal nyata yang bisa dialami siapa saja saat anak mulai hidup mandiri. Bagi orangtua, penting untuk menyadari bahwa melepaskan bukan berarti kehilangan, melainkan memberi kesempatan anak berkembang. Bagi anak, tetap menjaga koneksi emosional dan memberikan dukungan pada orangtua adalah bentuk kasih sayang yang paling tulus. Dengan komunikasi dan empati yang baik, keluarga bisa melewati fase ini tanpa saling menyakiti atau merasa ditinggalkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *